Cicero | |||||||
---|---|---|---|---|---|---|---|
Sebuah patung dada (bust) pada abad 1M di Capitoline Museums, Roma
|
|||||||
Lahir | 3 Januari 106 SM Arpinum, Republik Romawi Lazio, Italia |
||||||
Meninggal | 7 Desember 43 SM (usia 63) Formia, Republik Romawi |
||||||
Pekerjaan | Politisi, pengacara, orator, filsuf dan penyair | ||||||
Kewarganegaraan | Romawi Kuno | ||||||
Tema | Politik, hukum, filsafat, retorika | ||||||
Angkatan | Era Keemasan Latin (the golden age of Latin) | ||||||
Karya terkenal | Orasi: In Verrem, In Catilinam I-IV, Philippicae Filsafat: De Oratore, de Re Publica, de Legibus, de Finibus, de Natura Deorum, De Officiis |
Cicero atau Marcus Tullius Cicero (di Inggris dijuluki "Tully") (lahir 3 Januari 106 SM - meninggal 7 Desember 43 SM) adalah filsuf, orator yang memiliki keterampilan handal dalam retorika, pengacara, penulis, dan negarawan Romawi kuno yang umumnya dianggap sebagai ahli pidato Latin dan ahli gaya prosa. Cicero merupakan tokoh besar mazhab filsafat Stoa yang populer pada abad 4 SM (Sebelum Masehi) sampai abad 2 M (Masehi), dan ia merupakan salah satu tokoh pada periode akhir yang lebih terkenal dengan sebutan Stoa Romawi. Selain itu, ia dan pemikirannya juga dianggap dekat dengan aliran Platonisme dan Epikureanisme. Pemikirannya banyak dirujuk dalam pemikiran hukum dan tata negara, serta pemikiran filsafat lainnya. Salah satunya adalah David Hume pada abad 18. Karya dan pemikiran Cicero juga dikagumi oleh beberapa Bapa Gereja Latin yang berpengaruh seperti Santo Agustinus dari Hippo, yang mengatakan bahwa karyanya Hortensius merupakan salah satu pendorong beralihnya ia kepada Kekristenan, dan St. Hieronimus yang mengalami kegelisahan karena mendapat penglihatan bahwa ia dituduh sebagai "pengikut Cicero dan bukannya Kristus" saat pengadilan khusus. Cicero dikenal sebagai negarawan yang berusaha menegakkan prinsip-prinsip republik dalam perang sipil, kegagalannya menyebabkan perang sipil yang menghancurkan Republik Romawi. Tulisan-tulisannya meliputi retorika, pidato, risalah filsafat dan politik, dan surat-surat. Latar Belakang dan PendidikanCicero mampu mengkombinasikan ambisi filsafat retorika gaya Romawi dengan gaya Yunani. Cicero kemudian belajar sembari melakukan banyak sekali aktivitas politik, hingga pada tahun 45 SM pada usianya yang ke-60, filsafatnya benar-benar mencapai keluasan dan puncak kematangan. Dengan pendampingan sepupunya, Quintus Mucius Ascaevola, sang pontifex (imam) yang pernah menjadi konsul tahun 117 SM, Cicero bertumbuh menjadi seorang yang menaruh hormat kepada konservatisme nilai-nilai moderat dalam politik. Pemikiran CiceroCicero sebagai FilsufCicero menyebut dirinya seorang filsuf dari Akademi (Platonis). Namun hal tersebut diragukan oleh banyak pihak terkait karya-karyanya yang kontradiktif dan tidak murni. Dalam hal etika, Cicero cenderung memakai prinsip dogmatis Stoa yang sangat dipengaruhi Socrates. Dalam beragama, Cicero dapat dikatakan nyaris agnostik, walaupun dia memiliki pengalaman religius mendalam, yaitu ketika ia berkunjung ke Eleusis, pada saat kematian saudarinya, Tullia pada tahun 45 SM. Sebagai penulis, ia memosisikan diri sebagai seorang ateis, kecuali dalam karyanya yang berjudul Somnium Scipionis (mimpi-mimpi Scipio) berisi luapan perasaan religius, tepatnya terdapat pada bagian akhir de Republica.Sebagai seorang filsuf, Cicero mulai serius menulis karya-karya filsafatnya pada tahun 54 SM. Karya awalnya berjudul de Republica dan diikuti de Legibus pada tahun 52 SM. Tulisan tersebut berisi tafsiran tentang sejarah Romawi yang diteropong dengan sudut pandang teori politik Yunani. Dalam kondisi politik yang carut-marut dan yang membuat setiap orang menderita, yaitu ketika perang sipil terjadi, perang yang juga merenggut nyawa saudari tercintanya), Cicero mencurahkan seluruh energinya demi menghibur diri atas duka dengan aktivitas menulis secara radikal. Banyak karya yang ia selesaikan selama dua tahun masa kehilangan tersebut, di antaranya ialah:
Secara personal, Cicero adalah orang yang sangat cerdas dalam bernalar, bahkan mampu memakai peristiwa-peristiwa dalam hidupnya sebagai pemacu karya-karya filsafatnya. Bukan hanya alasan personal yang membuat ia merampungkan sejumlah karya, namun kutipan dari de Natura berikut memperlihatkan keprihatinannya yang lain:
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar