Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) adalah suatu lembaga independen yang berfungsi menjamin simpanan nasabah perbankan di Indonesia. Badan ini dibentuk berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 24 tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang ditetapkan pada 22 September 2004. Undang-undang ini mulai berlaku efektif 12 bulan sejak diundangkan sehingga pendirian dan operasional LPS dimulai pada 22 September 2005.
Setiap bank yang melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik Indonesia wajib menjadi peserta penjaminan LPS.
Krisis moneter dan perbankan yang menghantam Indonesia pada tahun 1998 ditandai dengan dilikuidasinya 16 bank yang mengakibatkan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat pada sistem perbankan. Untuk mengatasi krisis yang terjadi, pemerintah mengeluarkan beberapa kebijakan diantaranya memberikan jaminan atas seluruh kewajiban pembayaran bank, termasuk simpanan masyarakat (blanket guarantee). Hal ini ditetapkan dalam Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Umum" dan Keputusan Presiden Nomor 193 Tahun 1998 tentang "Jaminan Terhadap Kewajiban Pembayaran Bank Perkreditan Rakyat".
Dalam pelaksanaannya, blanket guarantee memang dapat menumbuhkan kembali kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan, namun ruang lingkup penjaminan yang terlalu luas menyebabkan timbulnya moral hazard baik dari sisi pengelola bank maupun masyarakat. Untuk mengatasi hal tersebut dan agar tetap menciptakan rasa aman bagi nasabah penyimpan serta menjaga stabilitas sistem perbankan, program penjaminan yang sangat luas lingkupnya tersebut perlu digantikan dengan sistem penjaminan yang terbatas.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan mengamanatkan pembentukan suatu Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan dana masyarakat. Oleh karena itu maka UU LPS ditetapkan pada 22 September 2004.
LPS berfungsi menjamin simpanan nasabah bank dan turut aktif dalam menjaga stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya.
Sejak tanggal 22 Maret 2007 dan seterusnya, nilai simpanan yang dijamin LPS maksimum sebesar Rp 100 juta per nasabah per bank, yang mencakup pokok dan bunga/bagi hasil yang telah menjadi hak nasabah. Bila nasabah bank memiliki simpanan lebih dari Rp 100 juta maka sisa simpanannya akan dibayarkan dari hasil likuidasi bank tersebut.
Tujuan kebijakan publik penjaminan LPS tersebut adalah untuk melindungi simpanan nasabah kecil karena berdasarkan data distribusi simpanan per 31 Desember 2006, rekening bersaldo sama atau kurang dari Rp 100 juta mencakup lebih dari 98% rekening simpanan.
Sejak terjadi krisis global pada tahun 2008, Pemerintah kemudian mengeluarkan Perpu No. 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan yang mengubah nilai simpanan yang dijamin oleh LPS menjadi Rp2.000.000.000 (dua miliar rupiah). Perpu ini dapat disesuaikan kembali, apabila krisis global meluas atau mereda.
Aliran Dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century atau secara teknis disebut sebagai penyertaan modal sementara (PMS) yang dikucurkan dalam kurun waktu delapan bulan dari Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang mencapai sejumlah Rp 6,7 triliun adalah salah satu tata cara penanganan terhadap bank gagal yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) dalam hal ini termasuk bank gagal dalam dampak sistemik, untuk saat sekarang Lembaga Pengawas Perbankan (LPP) masih berada dalam naungan lingkup kerja pada Bank Indonesia (BI). Kemudian dalam perkembangan selanjutnya Bank Century diubah nama menjadi Bank Mutiara
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagai pelaksana penjaminan pembayaran bagi dana masyarakat berkaitan dengan produk-produk jasa perbankan tetapi dalam pengucuran dana pada Bank Century akhirnya justru menimbulkan polemik politik dibandingkan dengan penegakan hukum bahkan pada tanggal 30 November 2009 dalam sebuah jumpa pers di Jakarta, Mustar Bona Ventura dan Ferdi Simaun, aktivis Benteng Demokrasi Rakyat (Bendera) menyebutkan sejumlah nama yang dikatakan ikut menerima sejumlah aliran dana dari pengucuran dana Lembaga Penjamin Simpanan pada Bank Century dan dengan tanpa menyebutkan sumber data hanya dikatakannya sebagai Data-data yang diumumkan berdasarkan dari jaringan aktivis Jakarta, Bandung, Cianjur dan Bogor, keesokan harinya sejumlah nama yang disebutkan melakukan pelaporan pada Polda Metro Jaya terhadap apa yang dikatakan sebagai berita fitnah dan pencemaran nama baik. Presiden SBY ikut menyatakan bahwa tidak pernah ada temuan itu dan silakan cek dari kebenaran berita itu, berita itu merupakan fitnah luar biasa dan perlu diselesaikan supaya keadilan ditegakkan dan masih menurut presiden, masyarakat berhak mendapatkan informasi yang terbuka dan sebenar-benarnya soal kasus Bank Century. Presiden mendukung proses supaya persoalan yang mendapat perhatian luas publik itu terbuka secara terang dan jelas, saya prihatin dengan berita yang beredar yang tidak berlandaskan kebenaran. saya nilai berita itu fitnah. berita itu sudah keterlaluan.
Kehebohan politik berujung pada tanggal 1 Desember 2009 dalam Sidang Paripurna Pengesahan Panitia Hak Angket Bank Century terhadap usulan penggunaan Hak Angket DPR yang diusulkan oleh 503 Anggota DPR tersebut disahkan dan disetujuinya penggunaan hak angket untuk mengungkap skandal Bank Century dengan didukung oleh seluruh fraksi yang berada di DPR yakni 9 Fraksi, dengan fokus penyelidikan angket
- Mengetahui sejauh mana pemerintah melaksanakan peraturan perundangan yang berlaku, terkait keputusannya untuk mencairkan dana talangan (bail out) Rp 6,76 triliun untuk Bank Century. Adakah indikasi pelanggaran peraturan perundangan, baik yang bersifat pidana maupun perdata.
- Mengurai secara transparan komplikasi yang menyertai kasus pencairan dana talangan Bank Century. Termasuk mengapa bisa terjadi perubahan Peraturan Bank Indonesia secara mendadak, keterlibatan Kabareskrim Mabes Polri ketika itu, Komjen Susno Duadji, dalam pencairan dana nasabah Bank Century, dan kemungkinan terjadi konspirasi antara para pemegang saham utama Bank Century dan otoritas perbankan dan keuangan pemerintah.
- Menyelidiki ke mana saja aliran dana talangan Bank Century, mengingat sebagian dana talangan tersebut oleh direksi Bank Century justru ditanamkan dalam bentuk Surat Utang Negara (SUN) dan dicairkan bagi nasabah besar (Budi Sampoerna). Sementara kepentingan nasabah kecil justru terabaikan. Adakah faktor kesengajaan melakukan pembobolan uang negara demi kepentingan tertentu, misalnya politik, melalui skenario bail out bagi Bank Century.
- Menyelidiki mengapa bisa terjadi pembengkakan dana talangan menjadi Rp 6,76 triliun bagi Bank Century? Sementara Bank Century hanyalah sebuah bank swasta kecil yang sejak awal bermasalah, bahkan saat menerima bail out, bank ini dalam status pengawasan khusus. Rasionalkah alasan pemerintah bahwa Bank Century patut diselamatkan karena mempunyai dampak sistemik bagi perbankan nasional secara keseluruhan.
- Mengetahui seberapa besar kerugian negara yang ditimbulkan oleh kasus bail out Bank Century dan sejumlah kemungkinan penyelamatan uang negara bisa dilakukan. Sebab lain penegakan hukum, di tengah berbagai kesulitan hidup yang dialami masyarakat kebanyakan, aspek penyelamatan uang negara ini sangat penting untuk dijadikan perioritas demi memenuhi rasa keadilan rakyat. Selanjutnya, uang negara yang dapat diselamatkan bisa digunakan untuk kepentingan meningkatkan kesejahteraan rakyat pada umumnya.
UNDANG- UNDANG LPS
PERPU 3 2008
Judul | Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan |
Tanggal | 13 Oktober 2008 |
Berlaku | Sejak 13 Oktober 2008 |
Pengundangan | Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 143 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4902 |
Status |
Ditetapkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2009
|
Lampiran |
-
Perpu ini merupakan penyempurnaan atas UU No. 24 Tahun 2004 tentang
LPS. Beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan UU tersebut antara
lain adalah:
- Penjaminan simpanan nasabah bank yang selama ini dilakukan melalui program penjaminan LPS telah secara nyata dapat memelihara kepercayaan masyarakat terhadap industri perbankan pasca krisis 1998.
- Namun, dengan adanya krisis keuangan global yang mempengaruhi stabilitas sistem keuangan nasional, perlu dilakukan antisipasi agar tidak terjadi penarikan dana perbankan secara besar-besaran akibat menurunnya kepercayaan masyarakat atas jaminan keamanan uang yang disimpannya.
- Dalam rangka menjaga kepercayaan masyarakat tersebut maka Pemerintah melakukan perubahan terhadap UU Nomor 24 tahun 2004 tentang LPS.
- Untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak dan hal ihwal kegentingan yang memaksa maka perubahan atas UU tersebut ditetapkan dalam suatu Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).
- Dalam Perpu ini diatur mengenai tambahan kriteria perubahan besaran nilai simpanan yang dijamin untuk mengantisipasi dampak dari krisis keuangan global sebagaimanan diatur dalam Pasal 11 ayat (2) huruf d Perpu ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar