Sabtu, 16 Januari 2016

KASUS PT. FREEPORT

Assalamu'alaikum wr. wb...
Hasil gambar untuk kasus pt. freeport   Hasil gambar untuk kasus pt. freeport
Aduan Menteri ESDM Sudirman Said ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR terkait pencatut nama Presiden dan Wapres oleh anggota DPR soal perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia makin gaduh dan memanas.
Lucas SH sebagai penasihat hukum Setya Novanto, mengatakan bahwa pimpinan DPR mengakui jika petinggi PT Freeport Indonesia atas keinginannya sendiri mengadakan pertemuan untuk membahas perpanjangan kontrak.
Dipaparkan Lucas, kronologi pertemuan itu berawal pada tanggal 27 April 2015 pukul 14:00 WIB, Direktur Utama Freeport (MS) datang menemui SN di Gedung DPR.

Kehadiran MS sendiri untuk meminta bantuan agar (SN) dapat meyakinkan pemerintah untuk memperpanjang kontrak karya dengan Freeport.

Namun, lanjut Lucas, hasil tersirat dari pertemuan tersebut menyatakan kontrak karya Freeport tidak dapat diperpanjang karena bertentangan dengan undang-undang.

Selain itu, lanjut Lucas, jika Ketua DPR dapat membantu perpanjangan kontrak Freeport maka ada imbalan, namun sebaliknya jika kontrak Freeport tidak diperpanjang maka akan ada arbitrase internasional terhadap Indonesia pada Juli 2015.

"Pertemuan tersebut berlangsung di ruang ketua DPR antara Ketua DPR (SN) dengan Dirut Freeport (MS),” ujar Lucas dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com di Jakarta, Selasa (17/11/2015).
Temui Presiden Jokowi

Dijelaskan Lucas, beberapa hari setelah pertemuan tersebut, Ketua DPR menemui Presiden Jokowi untuk menanyakan sikap Presiden terhadap perpanjangan kontrak Freeport.

Saat itu Presiden dengan tegas menyampaikan bahwa Freeport tidak dapat diperpanjang karena melanggar UU dan kalaupun mau diperpanjang harus diubah dengan kondisi yang lebih baik bagi masyarakat Indonesia dan Papua.

"Selain itu, seharusnya hal ini tidak perlu dibahas sekarang karena baru akan jatuh tempo 2021, sehingga kalau mau dibahas nanti pada tahun 2019,” jelas Lucas.

Setelah pertemuan dengan Presiden, lanjut Lucas, SN menjadi penasaran dan khawatir. Mengapa Freeport begitu antusias. Selain itu SN juga ingin mengetahui lebih jauh mengenai ancaman arbitrase internasional.
Karena itu, SN meminta bantuan seorang pengusaha berinisial R yang berkelas internasional untuk ikut dalam pertemuan agar mendengar, memberikan masukan dan menjadi saksi dalam pertemuan tersebut.

“Sebelum pertemuan kedua terjadi, SN dan R terlebih dahulu sepakat bahwa Freeport tidak mungkin bisa diperpanjang karena melanggar UU dan merugikan Indonesia dan Papua," terang Lucas.

Namun, imbuh Lucas, SN juga berpikir bahwa perpanjangan Freeport harus dicegah. Hanya saja dalam sisi lain tetap harus memperhatikan ancaman arbitrase internasional.

Dalam pertemuan kedua yang terjadi pada 13 Mei 2015 pukul 17.00 WIB di Lantai 21 Board 1, Ritz-Carlton, Pacific Place, Jakarta Selatan, sikap dari Freeport tidak berubah malah semakin bersemangat.

Apalagi, kata Lucas, ketika dipancing oleh SN seolah-olah ada jalan untuk perpanjang kontrak Freeport. Namun pembicaraan tersebut belum juga tuntas dan dilanjutkan dengan pertemuan yang ketiga.

Selanjutnya dalam pertemuan yang ketiga di Lantai 21 Board 2, Ritz Carlton, Pacific Place, Jakarta Selatan pada tanggal 8 Juni lalu, pukul 16.00 WIB, MS begitu antusias dan bersemangat sementara pihak SN dan R sama sekali tidak tertarik dengan segala iming-iming dari Freeport.

Karena melihat gelagat yang tidak beres dan setelah mengetahui siapa yang ada di balik semua ini, lanjut Lucas, maka SN dan R mengakhiri pertemuan tersebut.

"Sebelum pertemuan ini diakhiri, SN membisiki MS dengan kalimat kita orang Indonesia, harus cinta Indonesia, bela kepentingan Indonesia dan tidak hanya berdiri di atas kepentingan Freeport,” tegas Lucas.

Lucas mengatakan pertemuan pun diakhiri dan tidak ada pertemuan lebih lanjut.

SUMBER LAIN

Tiga pertemuan antara Ketua DPR Setya Novanto, pengusaha minyak Riza Chalid dan Presiden Direktur PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin menimbulkan polemik. Pertemuan Novanto dan Riza itu salah satunya diduga membicarakan permintaan saham ke PT Freeport dengan mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Saat ditemui di kediamannya, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (18/11/2015) malam, Setya Novanto menjelaskan kronologi ketiga pertemuan itu:

1. Pertemuan pertama, 27 April 2015
Menurut Novanto, pertemuan pertama ini berlangsung di ruang kerjanya, Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Sekitar pukul 14.00 WIB, Maroef datang menemui Novanto dan meminta tolong agar kontrak PT Freeport bisa diperpanjang sampai 2041.

Jika diperpanjang, PT Freeport bersedia membangun smelter sebagai imbalannya. Smelter tidak akan dibangun Papua, namun di Gresik yang persiapannya sudah matang. Sebaliknya, jika tak segera diperpanjang, Maroef mengancam akan ada sanksi arbitrase internasional bagi Indonesia pada Juli 2016.

Tak lama setelah pertemuan tersebut, Novanto bertemu Jokowi. Novanto pun menyampaikan keinginan Maroef. Namun, Presiden secara tegas menyatakan tidak akan membicarakan perpanjangan kontrak sampai 2019. Sebab, kontrak Freeport baru habis pada 2021.

"Presiden itu secara tegas menyampaikan apapun yang dilakukan terkait PT Freeport harus sesuai dengan undang-undang dan sesuai kepentingan bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Papua," ujar Novanto.

2. Pertemuan kedua, 13 Mei 2015

Setelah mendapatkan penjelasan dari Presiden, akhirnya Novanto dan Maroef melakukan pertemuan kedua di sebuah hotel di kawasan Pacific Place, Jakarta, pukul 17.00 WIB. Namun, karena sudah ada kecurigaan kepada Maroef, khususnya terkait dengan ancaman Arbitrase Internasional, akhirnya Novanto pun memutuskan untuk mengajak Riza.

Pada intinya, Novanto mengaku menyampaikan apa yang dsampaikan Presiden dalam pertemuan sebelumnya, bahwa kontrak belum bisa diperpanjang sebelum 2019. Kontrak juga harus diubah agar menguntungkan masyarakat Indonesia, khususnya Papua.

"Saya tidak pernah mencatut karena Presiden dan Wakil Presiden itu lambang negara yang harus dihormati dan dijaga," ujar Novanto.

Mendengar penjelasan Novanto, Maroef tak terima. Dia menegaskan lagi ancamannya soal arbitrase internasional pada Juli 2016.

3. Pertemuan ketiga, 8 Juni 2015

Maroef tak puas dengan pertemuan kedua dan kembali mengajak Novanto bertemu. Pertemuan kembali dilakukan di hotel yang sama dengan lokasi pertemuan kedua, pukul 16.00 WIB. Maroef masih berupaya melobi Novanto agar membantu memuluskan renegosiasi kontrak hingga 2041.

Novanto menyanggupi karena masih penasaran dengan ancaman arbitrase internasional. Dia kembali mengajak Riza dalam pertemuan ketiga ini.

"Kita mempertanyakan masalah arbitrase itu ya. Padahal itu yang harus kita selesaikan. Ya sudah kita ketemu lagi deh," ucap Novanto.

Dalam pertemuan ini lah, pembicaraan direkam. Rekaman itu kemudian dijadikan bukti oleh Menteri ESDM Sudirman Said untuk melapor ke Mahkamah Kehormatan Dewan. Novanto dan Riza dituduh meminta saham ke PT Freeport dengan menggunakan nama Jokowi-JK. Novanto pun membantah tuduhan itu.

Dia tidak menyangkal ada pembicaraan soal saham dalam pertemuan ketiga ini. Namun, saham yang dimaksud adalah berupa divestasi dari Freeport untuk negara. Novanto juga menilai, rekaman yang beredar di media sosial tidak utuh.

"Jadi, enggak saham kan. Divestasi saja. Di pikirannya itu kan diberikan ke BUMD kan bisa. Jadi, sebenarnya di situ," kata Politisi Partai Golkar ini.

Pertemuan ketiga itu tak juga menghasilkan titik temu. Novanto tetap memegang prinsip Jokowi bahwa perpanjangan kontrak baru dibahas 2019 dan tak akan ada bantuan untuk mempercepat itu.

Maroef juga masih mengancam akan ada arbitrase internasional jika kontrak tak diperpanjang. Akhirnya Novanto pun tak pernah bertemu lagi dengan Maroef sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar