Senin, 11 Januari 2016

Kasus Machica Muchtar



 Assalamu'alaikum wr.wb
hai... minasan!

Hasil gambar untuk MACICA MUKTAR


Sempat mendapatkan harapan saat menang di Mahkamah Konstitusi (MK), asa Machica Mochtar harus terhempas dengan ditolaknya gugatan oleh Mahkamah Agung (MA). Perkawinan siri dengan orang kuat di era Orde Baru, Moerdiono tidak dianggap sama sekali oleh negara.

Pun demikian dengan anak hasil hubungan mereka, negara mencoret dari daftar anak biologis dan anak sah Machica-Moerdiono. Berikut pertimbangan lengkap MA sebagaimana tertuang dalam putusan kasasi nomor 329 K/Ag/2014 halaman 16-18 yang didapat detikcom, Selasa (30/12/2014):

Bahwa judex factie Pengadilan Tinggi Agama Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan keliru dalam mempertimbangkan dan memutus perkara in casu, dengan pertimbangan sebagai berikut:

- Bahwa kewenangan mengadili pengadilan agama di bidang perkawinan sebagaimana dijelaskan di dalam penjelasan Pasal 49 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Nomor 50 Tahun 2009, ada 22 poin yang dimaksud dengan bidang perkawinan;

- Bahwa pemohon kasasi di dalam petitium angka 2 mengajukan tuntutan agar pengadilan menyatakan bahwa perkawinan antara Aisyah Mochtar dengan almarhum Drs Moerdiono yang dilangsungkan pada 20 Desember 1993 adalah perkawinan yang sah menurut hukum Islam, namun perkawinan tersebut tidak dapat dicatatkan. Tuntutan tersebut tidak termasuk kewenangan pengadilan agama karena angka 22 penjelasan pasal 49 ayat 2 hanya memberi kewenangan untuk menyatakan sahnya perkawinan yang terjadi sebelum UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan dijalankan menurut peraturan yang lain;

- Bahwa dengan demikian putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang menguatkan putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam hal menolak gugatan tentang pengesahan perkawinan in casu sudah tepat dan benar;

-Bahwa pemohon kasasi dalam petitum angka 3 mengajukan tuntutan agar pengadilan menyatakan sebagai hukum bahwa anak laki-laki yang bernama Muhammad Iqbal Ramadhan yang lahir di Jakarta pada hari Senin, tanggal 5 Februari 1996 adalah anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah menurut hukum Islam. Sedangkan petitium angka 4 menuntut untuk dinyatakan sebagai anak di luar perkawinan yang mempunyai hubungan perdata dengan almarhum Moerdiono sebagai ayahnya. Antara petitum angka 3 dengan petitum angka 4 tersebut terjadi kontradiksi, di satu sisi agar anak dinyatakan sebagai anak sah, di sisi lain agar dinyatakan sebagai anak di luar nikah;

- Bahwa tuntutan pemohon kasasi tentang sah atau tidaknya seseorang anak sebagaimana bunyi penjelasan Pasal 49 ayat 2 UU Nomor 7 Tahun 1989 angka 14 'putusan tentang anak sah atau tidaknya seorang anak'. Dalam hal pengesahan status anak, Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam, jo Pasal 42 UU Nomo2 1 Tahun 1974 secara tegas menyatakan:

Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah

-Bahwa dengan ditolaknya tuntutan pemohon kasasi mengenai pengesahan perkawinan pada petitum 2 di atas, maka tuntutan pemohon kasasi agar Muhammad Iqbal Ramadhan dinyatakan sebagai anak yang sah, juga harus ditolak;

-Bahwa tuntutan untuk dinyatakan sebagai anak di luar perkawinan tidak termasuk kewenangan pengadilan agama mengadilinya sebagaimana disebutkan di atas sesuai Pasal 49 UU Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, yang telah diubah dengan UU Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua Nomor 50 Tahun 2009 berikut penjelasan Pasal 49 ayat 2 tersebut, kewenangan yang ada dalam perkara in casu untuk menyatakan apakah sah atau tidak sah menurut hukum yang berlaku;

Oleh karenanya judex factie (Pengadilan Tinggi Jakarta dan Pengadilan Agama Jakarta Selatan) yang mengabulkan tuntutan penggugat tentang status anak di luar perkawinan adalah putusan yang telah menyimpang dari tugas dan wewenang hakim pada peradilan agama yang wajib memutus berdasarkan hukum Islam, sebagaimana kesepakatan ulama dan cendekiawan muslim Indonesia yang telah dituangkan dalam hukum perkawinan kompilasi hukum Islam.

"Dalam pokok perkara, menolak gugatan penggugat untuk seluruhnya," putus majelis kasasi dengan ketua majelis Habibburahman dan beranggotakan Prof Dr Abdul Manan dan Muchtar Zamzami.


Menurut saya UU yang berhubungan dengan kasus ini belum jelas karena ada katidakadilan dalam UU tersebut.
-


Tidak ada komentar:

Posting Komentar