Senin, 11 Januari 2016

Kasus CIcak VS Buaya 1,2, dan 3




Assalamu'alaikum wr.wb....



Hasil gambar untuk tokoh kasus cicak vs buaya

Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf

Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi:
v     16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
v     29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita.
v     30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo.
v     15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut.
v     10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura.
Hasil gambar untuk antasari azhar
Antasari Azhar
Antasari Azhar adalah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia diberhentikan secara tetap dari jabatannya pada tanggal 11 Oktober 2009 oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah diberhentikan sementara pada tanggal 6 Mei 2009.
Lahir: 18 Maret 1953 (62 tahun), Kota Pangkal Pinang, Indonesia
v     13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang.
v     14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
v     20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004.
v     7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
Hasil gambar untuk susno duadji
v     4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
v      16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
v     24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
v     30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
v      2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi.
Hasil gambar untuk bibit samad rianto
v     6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya.
v     9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
v     10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit.
v     15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
Hasil gambar untuk anggodo widjojo
v     21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro.
v     4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
v     6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari.
v     7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko.
v     10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
v     11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya.
v     11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
v     13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010.
v     18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK.
v     19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah.
v     19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
v      20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan.
v     3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
v     9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
v     11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra.
v     15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
v     17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum.
v     20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
v     21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
v     22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
v     25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
v     25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini.
v     27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra.
v     2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
v     3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
v     5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
v     5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
v     6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
v     9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap.
v     13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
v     14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis.
v     15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
v     20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap.
v     20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
v     21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
v     22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
v     23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 2
v     5 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
v     26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada.
v     28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
v     29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman.
v     29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
v     2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin.
v     2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya.
v     3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
v     3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan.
v     3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya.
v     3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari.
v     3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
v     4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
v     4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
v     4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
v     5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
v     5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

PENDAPAT DAN SARAN
Anggapan bahwa kasus Cicak VS Buaya ini merupakan konflik antar lembaga penegak hukum adalah kurang tepat, karena keduanya dalam proses menjalankan tugas-tugasnya selaku penegak hukum. Adanya indikasi bahwa salah satu petinggi Polri melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus Bank Century yang membuat teleponnya disadap merupakan tindakan yang benar dan sundah mendapatkan izin. Begitu juga Polri yang menjadikan dua pimpinan KPK non aktif sebagai tersangka, karena awalnya polri mendapatkan laporan resmi dan berhak ditindaklanjuti. Polri juga melakukan penyidikan yang diikuti dengan penahanan terhadap para tersangka berdasarkan adanya Laporan Polisi yang disertai dengan bukti-bukti dan petunjuk-petunjuk yang cukup. Masalah sah atau tidaknya laporan, saksi-saksi dan atau bukti-bukti, nantinya proses peradilan yang akan mengujinya. Namun mungkin karena kedua lembaga ini sama-sama lembaga penegak hukum yang senantiasa menjaga kewibawaannya dan kehormatanya di mata masyarakat, selain itu juga yang terlibat dalam masing-masing kasus adalah petingginya, maka akan rawan melemahkan salah satu lembaga yang terbukti bersalah.
Mengenai penangkapan Bibit dan Candra juga merupakan tindakan yang dibenarkan dalam hukum, karena mencegah terjadinya penghilangan barang bukti, melarikan diri dari hukum, penggiringann opini public terhadap kasus yang dihadapinya maka polisi melakukan penahanan. Masyarakat luas maupun pengamat banyak yang menilai bahwa adanya kasus yang melibatkan KPK dan Polri ini akan melemahkan KPK sebagai lembagai yang independen, namun menurut saya tidak karena yang bermasalah adalah dua mantan pimpinan KPK, bukan lembaganya, jadi kewibawaan KPK sebagai lembaga pemberantas koruptor tidak akan terganggu. Justru apabila terbukti bersalah, Kabareskrim Polri Susno Duadji akan merusak tatanan kewibawaan Polri di mata masyarakat, dalam kasus ini yang banyak dirugikan adalah Polri.
Melihat peliknya masalah yang dihadapi bangsa ini, dari mulai adanya sedikit gesekan antar dua lembaga penegak hukum, hingga masalah Bank Cetury beserta aliran dana fiktif yang mencapai miliaran rupiah. Tindakan presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pembentukan tim Delapan sebagai tim yang independen untuk mempereoleh fakta dan merekomendasikan tindakan yang akan diambil oleh Presiden. Saya mendukung penuh tindakan Presiden SBY yang tidak mencampuri permasalah dengan politik, karena memang permasalahan ini adalah permasalahan tindak pidana, jadi harus diselesaikan sesuai relnya, dan karena permasalahan hukum tidak bisa dicampuri dengan masalah politik karena keduanya mempunyai lahan dan fungsinya masing-masing.
Dan himbauan kepada masyarakat, media, dan para oknum yang terkait dengann masalah ini adalah jangan membesar-besarkan masalah dengan opini-opini yang menggiring masyarakat untuk memihak salah satu pihak, karena keduanya merupakan lembaga hukum yang harus menjga kewibawaannya di mata masyarakat. Jadi sebisa mungkin tidak ada pihak yang dirugikan ataupun diuntungkan. Untuk kedua lembaga tersebut juga sebisa mungkin meyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan mekanisme yang sesuai dengan aturan dan hukum yang berlaku.





Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di ruang diskusi (baca: komentar). 16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. 29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan dus dokumen disita. 30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT Masaro Anggoro Widjojo. 15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut. 10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di Singapura. 13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang. 14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar. 20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode 1999-2004. 7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut. 4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen. 16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura. 24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar. 30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut. 2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi korupsi. 6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro Jaya. 9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura. 10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra dan Bibit. 15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra. 21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro. 4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa. 6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni Antasari. 7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko. 10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri. 11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya. 11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro. 13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010. 18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada pimpinan KPK. 19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah. 19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro. 20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan. 3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri. 9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century. 11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko Tjandra. 15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang. 17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum. 20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK. 21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK. 22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra. 25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah. 25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini. 27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk Chandra. 2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri. 3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung. 5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan. 5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK. 6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo. 9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'. 14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah habis. 15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya. 20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap. 20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra. 21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK. 22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan. 23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut. 25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan. 26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada. 28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas. 29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan rekaman. 29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi. 2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin. 2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan Buaya. 3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri. 3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari jabatan. 3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan istilah cicak versus buaya. 3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar dari penjara pada dini hari. 3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung. 4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo. 4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). 4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25. 5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan. 5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara, memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan Presiden.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar