Assalamu'alaikum wr.wb....
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang diambil dari banyak sumber di media
cetak dan online. Silakan disimak dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data
diterima dengan terbuka di ruang diskusi:
v
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua
Komisi IV DPR, ditahan KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan
untuk dijadikan Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
v
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf
di gedung PT Masaro Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat.
Sebanyak sembilan dus dokumen disita.
v
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut,
KPK menemukan kasus baru, yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi
Radio Terpadu (SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur
PT Masaro Anggoro Widjojo.
v
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor
Departemen Kehutanan, termasuk ruang Setjen Dephut.
v
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar
bertemu dengan Anggoro di Singapura.
Antasari Azhar
Antasari
Azhar adalah mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi. Dia
diberhentikan secara tetap dari jabatannya pada tanggal 11 Oktober 2009
oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, setelah diberhentikan sementara
pada tanggal 6 Mei 2009.
Lahir: 18 Maret 1953 (62 tahun), Kota Pangkal Pinang, Indonesia
Pendidikan: Universitas Sriwijaya (1977–1981)
v
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR
Suswono, setelah diperiksa oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730
miliar dengan Motorola harus dinegosiasikan ulang.
v
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR
Tamsil Linrung, menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT
pada 2007 senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan
tahun 2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
v
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban
diperiksa KPK terkait dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi
Kehutanan DPR Periode 1999-2004.
v
7 April
2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat
ke Direksi Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar
Sampoerna Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
v
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro
Jaya sebagai tersangka kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
v
16 Mei
2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar Rp 6,7 miliar
oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga mengaku pernah menemui
Anggoro di Singapura.
v
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai
tersangka dalam kasus pengadaan pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf
senilai 60.000 dollar Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan
alat SKRT tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
v
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap
terkait dengan kasus penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri.
Saat itulah meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani
lawan buaya," katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
v
2 Juli
2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang terindikasi
korupsi.
v
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan
dugaan suap terhadap pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke
Polda Metro Jaya.
v
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam
Daftar Pencarian Orang (DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian
dan kejaksaan di Indonesia.
Anggoro masih berada di Singapura.
v
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes
Polri, menemui Anggoro di Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan
mantan Ketua KPK Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang
dilakukan Chandra dan Bibit.
v
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan
Ary Mulyadi membuat pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1
miliar ke pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
v
21 Juli 2009: KPK temukan surat
pencabutan pencekalan palsu terhadap Anggoro.
v
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di
media massa.
v
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas
menolak testimoni Antasari.
v
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya
tindak pidana penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan
dan pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan terhadap Joko.
v
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan
pemerasan yang dilakukan oleh Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
v
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat
pencabutan pencekalan palsu ke Polda Metro Jaya.
v
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin,
Bibit, Chandra) melaporkan Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran
nama baik. Edy menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
v
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan
terhadap Anggoro dan petinggi PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David
Angkawijaya) hingga 22 Agustus 2010.
v
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak
memberikan uang kepada pimpinan KPK.
v
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT
Masaro terkait dugaan suap yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro
Widjojo terhadap Yusuf. Rumah Anggoro juga digeledah.
v
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes
Polri dan menjadi tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT
Masaro.
v
20
Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak pernah
memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha bernama
Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan sebelumnya dibuat
karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak akan ditahan.
v
3 September 2009: Polri memanggil keempat
pimpinan KPK KPK (Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono
Umar) dan empat pejabat lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi
panggilan Polri.
v
9
September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
v
11
September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
v
15
September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
v
17
September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus hukum.
v
20
September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
v
21
September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian
sementara Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
v
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima
(Menko Polhukam Widodo AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat
Presiden Adnan Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan
ketua KPK Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
v
25
September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
v
25
September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus ini.
v
27
September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK, termasuk
Chandra.
v
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan
dugaan penyalahgunaan wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke
Presiden SBY dan Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
v
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra
diserahkan ke Kejaksaan Agung.
v
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum
(Itwasum) Mabes Polri yang memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan
wewenang terkait penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik
pertemuan Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
v
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt
Pimpinan KPK.
v
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang
Plt Pimpinan KPK yang bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil
Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad
Santosa, dan mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
v
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas
Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap.
v
13 Oktober 2009: Pengacara
Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal
32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau
diberhentikan karena menjadi terdakwa karena melakukan tindak pidana
kejahatan'.
v
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas
Ary Muladi ke Mabes Polri. 16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa
tahanannya telah habis.
v
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku
punya bukti kuat yang menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap
kliennya.
v
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas
Bibit dan Chandra ke Mabes Polri karena belum lengkap.
v
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan
antara Susno dan Anggoro di Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status
Anggoro di Kepolisian bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam
kasus dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
v
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman
percakapan pejabat Polri dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
v
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal
rekaman percakapan.
v
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa
kriminalisasi KPK beredar di media massa.
Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan mantan Jamintel Wisnu
Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga. Percakapan pada Juli-Agustus
2009 itu disebut-sebut merancang kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian
dan RI 1 juga disebut. 2
v
5 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang
Intelijen Wisnu Subroto membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan
Anggodo Widjojo. Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu
dibuktikan.
v
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan
Panggabean mengakui rekaman itu benar-benar ada.
v
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan
namanya diusut tuntas.
v
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK
menunda pemberhentian pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan
akhir MK. Selain itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa
transkrip dan rekaman.
v
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di
Markas Komando Brimob Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka
melakukan tindakan mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini
publik melalui pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
v
2
November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang diketuai oleh
Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota Komnas HAM
Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny Indrayana, mantan
Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas Paramadina Anies Baswedan,
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Komaruddin Hidayat dan Ketua
Departemen Hukum Partai Demokrat Amir Syamsudin.
v
2
November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak
dan Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan mengambil
tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan institusi
kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan istilah Cicak dan
Buaya.
v
3
November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman
sepanjang 4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
v
3
November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri
dan Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot dari
jabatan.
v
3
November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
v
3
November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya
keluar dari penjara pada dini hari.
v
3
November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
v
4
November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor
Wantimpres dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
v
4
November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban (LPSK).
v
4
November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
v
5
November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
v
5
November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
PENDAPAT DAN SARAN
Anggapan
bahwa kasus Cicak VS Buaya ini merupakan konflik antar lembaga penegak
hukum adalah kurang tepat, karena keduanya dalam proses menjalankan
tugas-tugasnya selaku penegak hukum. Adanya indikasi bahwa salah satu
petinggi Polri melakukan penyalahgunaan wewenang dalam penanganan kasus
Bank Century yang membuat teleponnya disadap merupakan tindakan yang
benar dan sundah mendapatkan izin. Begitu juga Polri yang menjadikan dua
pimpinan KPK non aktif sebagai tersangka, karena awalnya polri
mendapatkan laporan resmi dan berhak ditindaklanjuti. Polri juga
melakukan penyidikan yang diikuti dengan penahanan terhadap para
tersangka berdasarkan adanya Laporan Polisi yang disertai dengan
bukti-bukti dan petunjuk-petunjuk yang cukup. Masalah sah atau tidaknya
laporan, saksi-saksi dan atau bukti-bukti, nantinya proses peradilan
yang akan mengujinya. Namun mungkin karena kedua lembaga ini sama-sama
lembaga penegak hukum yang senantiasa menjaga kewibawaannya dan
kehormatanya di mata masyarakat, selain itu juga yang terlibat dalam
masing-masing kasus adalah petingginya, maka akan rawan melemahkan salah
satu lembaga yang terbukti bersalah.
Mengenai
penangkapan Bibit dan Candra juga merupakan tindakan yang dibenarkan
dalam hukum, karena mencegah terjadinya penghilangan barang bukti,
melarikan diri dari hukum, penggiringann opini public terhadap kasus
yang dihadapinya maka polisi melakukan penahanan. Masyarakat luas maupun
pengamat banyak yang menilai bahwa adanya kasus yang melibatkan KPK dan
Polri ini akan melemahkan KPK sebagai lembagai yang independen, namun
menurut saya tidak karena yang bermasalah adalah dua mantan pimpinan
KPK, bukan lembaganya, jadi kewibawaan KPK sebagai lembaga pemberantas
koruptor tidak akan terganggu. Justru apabila terbukti bersalah, Kabareskrim
Polri Susno Duadji akan merusak tatanan kewibawaan Polri di mata
masyarakat, dalam kasus ini yang banyak dirugikan adalah Polri.
Melihat
peliknya masalah yang dihadapi bangsa ini, dari mulai adanya sedikit
gesekan antar dua lembaga penegak hukum, hingga masalah Bank Cetury
beserta aliran dana fiktif yang mencapai miliaran rupiah. Tindakan
presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pembentukan tim Delapan
sebagai tim yang independen untuk mempereoleh fakta dan merekomendasikan
tindakan yang akan diambil oleh Presiden. Saya mendukung penuh tindakan
Presiden SBY yang tidak mencampuri permasalah dengan politik, karena
memang permasalahan ini adalah permasalahan tindak pidana, jadi harus
diselesaikan sesuai relnya, dan karena permasalahan hukum tidak bisa
dicampuri dengan masalah politik karena keduanya mempunyai lahan dan
fungsinya masing-masing.
Dan
himbauan kepada masyarakat, media, dan para oknum yang terkait dengann
masalah ini adalah jangan membesar-besarkan masalah dengan opini-opini
yang menggiring masyarakat untuk memihak salah satu pihak, karena
keduanya merupakan lembaga hukum yang harus menjga kewibawaannya di mata
masyarakat. Jadi sebisa mungkin tidak ada pihak yang dirugikan ataupun
diuntungkan. Untuk kedua lembaga tersebut juga sebisa mungkin
meyelesaikan permasalahan yang terjadi dengan mekanisme yang sesuai
dengan aturan dan hukum yang berlaku.
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Berikut kronologi yang
diambil dari banyak sumber di media cetak dan online. Silakan disimak
dan dikaji, segala koreksi dan tambahan data diterima dengan terbuka di
ruang diskusi (baca: komentar).
16 Juli 2008: Yusuf Erwin Faisal, mantan ketua Komisi IV DPR, ditahan
KPK karena diduga menerima uang suap alih fungsi lahan untuk dijadikan
Pelabuhan Tanjung Api-api, Musi Banyuasin, Sumatera Selatan.
29 Juli 2008: KPK menggeledah ruang kerja Yusuf di gedung PT Masaro
Radiokom di Jalan Talang Betutu 11-A, Jakarta Pusat. Sebanyak sembilan
dus dokumen disita.
30 Juli 2008: Setelah penggeledahan tersebut, KPK menemukan kasus baru,
yakni dugaan korupsi pengadaan alat Sistem Komunikasi Radio Terpadu
(SKRT) di Departemen Kehutanan yang melibatkan Yusuf dan Direktur PT
Masaro Anggoro Widjojo.
15 Agustus 2008: KPK menggeledah kantor Departemen Kehutanan, termasuk
ruang Setjen Dephut.
10 Oktober 2008: Ketua KPK Antasari Azhar bertemu dengan Anggoro di
Singapura.
13 Oktober 2008: Wakil Ketua Komisi IV DPR Suswono, setelah diperiksa
oleh KPK, mengatakan proyek SKRT senilai Rp 730 miliar dengan Motorola
harus dinegosiasikan ulang.
14 Oktober 2008: Anggota Komisi Kehutanan DPR Tamsil Linrung,
menyerahkan dokumen ke KPK berisi dugaan korupsi kasus SKRT pada 2007
senilai Rp 180 miliar dan laporan audit Badan Pemeriksa Keuangan tahun
2007 tentang pembelian alat komunikasi fiktif Rp 13 miliar.
20 Oktober 2008: Menteri Kehutanan M.S. Kaban diperiksa KPK terkait
dengan kasus suap yang melibatkan anggota Komisi Kehutanan DPR Periode
1999-2004.
7 April 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji mengirim surat ke Direksi
Bank Century tentang hasil klarifikasi uang milik PT Lancar Sampoerna
Bestari (perusahaan milik Boedi Sampoerna) di bank tersebut.
4 Mei 2009:Antasari Azhar ditahan di Polda Metro Jaya sebagai tersangka
kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.
16 Mei 2009: Antasari membuat testimoni tentang penerimaan uang sebesar
Rp 6,7 miliar oleh sejumlah pimpinan KPK dari balik penjara. Dia juga
mengaku pernah menemui Anggoro di Singapura.
24 Juni 2009: Anggoro ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pengadaan
pengadaan alat SKRT. Dia diduga menyuap Yusuf senilai 60.000 dollar
Singapura dan Rp 75 juta untuk mendapatkan proyek pengadaaan alat SKRT
tahun 2006-2007 di Departemen Kehutanan sebesar Rp 180 miliar.
30 Juni 2009: Susno merasa teleponnya disadap terkait dengan kasus
penggelapan dana bank Century yang ditangani Mabes Polri. Saat itulah
meluncur pakem Cicak Lawan Buaya. "Masak cicak kok berani lawan buaya,"
katanya merespon adanya penyadapan tersebut.
2 Juli 2009: Bibit Samad Rianto memastikan KPK hanya menyadap pihak yang
terindikasi korupsi.
6 Juli 2009: Antasari secara resmi melaporkan dugaan suap terhadap
pimpinan KPK terkait kasus yang melibatkan PT Masaro ke Polda Metro
Jaya.
9 Juli 2009: KPK memasukkan Anggoro ke dalam Daftar Pencarian Orang
(DPO) dan mengumumkannya ke seluruh jajaran kepolisian dan kejaksaan di
Indonesia. Anggoro masih berada di Singapura.
10 Juli 2009: Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, menemui Anggoro di
Singapura untuk mengklarifikasi kebenaran laporan mantan Ketua KPK
Antasari Azhar terkait dugaan pemerasan/penyuapan yang dilakukan Chandra
dan Bibit.
15 Juli 2009: Anggodo Widjojo (adik Anggoro) dan Ary Mulyadi membuat
pengakuan dirinya menyerahkan uang suap sebesar Rp. 5,1 miliar ke
pimpinan KPK Bibit dan Chandra.
21 Juli 2009: KPK temukan surat pencabutan pencekalan palsu terhadap
Anggoro.
4 Agustus 2009: Testimoni Antasari beredar di media massa.
6 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK dengan tegas menolak testimoni
Antasari.
7 Agustus 2009: Polisi memperoleh fakta adanya tindak pidana
penyalahgunaan wewenang oleh Bibit dan Chandra terkait pencekalan dan
pencabutan cekal yang tidak dilakukan secara kolektif. Chandra cekal
Anggoro, Bibit cekal Joko Tjandra, lalu Chandra cabut pencekalan
terhadap Joko.
10 Agustus 2009: Anggoro melaporkan dugaan pemerasan yang dilakukan oleh
Ary Muladi dan Edy Sumarsono kepada Mabes Polri.
11 Agustus 2009: KPK melaporkan adanya surat pencabutan pencekalan palsu
ke Polda Metro Jaya.
11 Agustus 2009: Tiga pimpinan KPK (M Jasin, Bibit, Chandra) melaporkan
Edy Sumarsono ke Mabes Polri atas dugaan pencemaran nama baik. Edy
menyebut ketiganya telah menerima suap dari Anggoro.
13 Agustus 2009: KPK perpanjang pencekalan terhadap Anggoro dan petinggi
PT Masaro lainnya (Putranefo Prayugo dan David Angkawijaya) hingga 22
Agustus 2010.
18 Agustus 2009: Ary Muladi mengaku tidak memberikan uang kepada
pimpinan KPK.
19 Agustus 2009: KPK menggeledah kantor PT Masaro terkait dugaan suap
yang dilakukan Direktur Utama PT Masaro Anggoro Widjojo terhadap Yusuf.
Rumah Anggoro juga digeledah.
19 Agustus 2009: Ary Muladi ditahan oleh Mabes Polri dan menjadi
tersangka kasus penipuan dan penggelapan uang milik PT Masaro.
20 Agustus 2009: Ary Mulyadi mencabut pengakuannya dan menyatakan tidak
pernah memberikan uang ke pimpinan KPK, tapi menyerahkannya ke pengusaha
bernama Yulianto yang mengaku kenal dengan orang KPK. Pengakuan
sebelumnya dibuat karena adanya pesanan dengan jaminan dirinya tidak
akan ditahan.
3 September 2009: Polri memanggil keempat pimpinan KPK KPK (Chandra M
Hamzah, Bibit Samad Rianto, M Jasin dan Haryono Umar) dan empat pejabat
lainnya terkait testimoni Antasari. KPK tidak penuhi panggilan Polri.
9 September 2009: Bibit mengaku KPK sedang menyelidiki keterlibatan
seorang petinggi Polri berinisial SD dalam kasus bank Century.
11 September 2009: Polisi mulai memeriksa keempat pimpinan KPK terkait
dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pencekalan Anggoro Widjojo dan Joko
Tjandra.
15 September 2009: Bibit dan Chandra ditingkatkan statusnya dari saksi
menjadi tersangka dalam kasus penyalahgunaan wewenang.
17 September 2009: Presiden SBY menyatakan akan menunjuk Plt Pimpinan
KPK yang akan menggantikan tiga pimpinan yang sedang terlibat kasus
hukum.
20 September 2009: Mahkamah Konstitusi mendorong Presiden menerbitkan
Perppu terkait rencana penggantian tiga pimpinan KPK.
21 September 2009: Presiden mengeluarkan Keppres pemberhentian sementara
Bibit dan Chandra. Presiden juga meneken Perppu yang memungkinkan
penunjukan langsung Plt Pimpinan KPK.
22 September 2009: Presiden SBY bentuk Tim Lima (Menko Polhukam Widodo
AS, Menkum HAM Andi Mattalatta, anggota Dewan Penasihat Presiden Adnan
Buyung Nasution, praktisi hukum Todung Mulya Lubis, dan mantan ketua KPK
Taufiequrachman Ruki) yang bertugas merekomendasikan tiga nama Plt
Pimpinan KPK pengganti Antasari, Bibit dan Chandra.
25 September 2009: Kapolri menyatakan Antasari mengaku menyuruh Ary
menyerahkan uang Rp 1 miliar kepada Chandra M Hamzah.
25 September 2009: Kuasa hukum KPK Bambang Widjajanto, mengaku tidak
menerima salinan BAP Bibit-Chandra dan curiga ada rekayasa dalam kasus
ini.
27 September 2009: Ary melalui pengacaranya menandaskan tidak pernah
berhubungan dan menyerahkan uang secara langsung kepada pimpinan KPK,
termasuk Chandra.
2 Oktober 2009: Pengacara Bibit melaporkan dugaan penyalahgunaan
wewenang oleh Kabareskrim Mabes Polri Susno Duadji ke Presiden SBY dan
Kapolri Bambang Hendarso Danuri.
3 Oktober 2009: Berkas Bibit dan Chandra diserahkan ke Kejaksaan Agung.
5 Oktober 2009: Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Mabes Polri yang
memeriksa Susno mengumumkan tidak ada penyalahgunaan wewenang terkait
penanganan kasus Bibit-Chandra. Saat itu, tambahan delik pertemuan
Susno-Anggoro di Singapura tidak disertakan dalam pemeriksaan.
5 Oktober 2009: Tim Lima serahkan tiga nama Plt Pimpinan KPK.
6 Oktober 2009: Presiden SBY lantik tiga orang Plt Pimpinan KPK yang
bertugas selama enam bulan. Mereka adalah mantan Wakil Ketua KPK Tumpak
Hatorangan Panggabean, penasihat senior UNDP Mas Achmad Santosa, dan
mantan Deputi Pencegahan KPK Waluyo.
9 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Chandra ke Mabes Polri
karena belum lengkap.
13 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandramendaftarkan permohonan uji
materil UU KPK No 20 Tahun 2002. Pasal 32 ayat 1 yang berbunyi 'Pimpinan
Komisi Pemberantasan Korupsi berhenti atau diberhentikan karena menjadi
terdakwa karena melakukan tindak pidana kejahatan'.
14 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Ary Muladi ke Mabes
Polri.
16 Oktober 2009: Ary Muladi dibebaskan karena masa tahanannya telah
habis.
15 Oktober 2009: Pengacara Bibit-Chandra mengaku punya bukti kuat yang
menunjukkan adanya rekayasa kriminalisasi terhadap kliennya.
20 Oktober 2009: Kejagung mengembalikan berkas Bibit dan Chandra ke
Mabes Polri karena belum lengkap.
20 Oktober 2009: Polri menjelaskan pertemuan antara Susno dan Anggoro di
Singapura tidak melanggar hukum. Pasalnya, status Anggoro di Kepolisian
bukanlah tersangka, melainkan hanya sebagai saksi dalam kasus dugaan
pemerasan/penyuapan yang dilakukan Bibit dan Chandra.
21 Oktober 2009: Bibit mengatakan bukti rekaman percakapan pejabat Polri
dan Kejagung ada di tangan Ketua Sementara KPK.
22 Oktober 2009: Kapolri tolak berkomentar soal rekaman percakapan.
23 Oktober 2009: Transkrip rekaman rekayasa kriminalisasi KPK beredar di
media massa. Isinya percakapan antara Anggodo (adik Anggoro) dengan
mantan Jamintel Wisnu Subroto dan Wakil Jaksa Agung Abdul Hakim Ritonga.
Percakapan pada Juli-Agustus 2009 itu disebut-sebut merancang
kriminalisasi KPK. Nama petinggi kepolisian dan RI 1 juga disebut.
25 Oktober 2009: Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Wisnu Subroto
membantah adanya rekaman pembicaraan antara dirinya dan Anggodo Widjojo.
Dan Jaksa Agung Hendarman meminta keberadaan rekaman itu dibuktikan.
26 Oktober 2009: Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengakui rekaman
itu benar-benar ada.
28 Oktober 2009: Presiden SBY meminta pencatutan namanya diusut tuntas.
29 Oktober 2009: Dalam putusan selanya, MK menunda pemberhentian
pimpinan KPK yang menjadi terdakwa sampai ada putusan akhir MK. Selain
itu, MK juga meminta KPK menyerahkan semua dokumen berupa transkrip dan
rekaman.
29 Oktober 2009: Bibit dan Chandra ditahan di Markas Komando Brimob
Kelapa Dua Depok. Polisi menilai kedua tersangka melakukan tindakan
mempersulit jalannya pemeriksaan dengan menggiring opini publik melalui
pernyataan-pernyataan di media serta forum diskusi.
2 November 2009: Presiden SBY bentuk Tim Delapan (Tim Independen
Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum Kasus Bbibt dan Chandra) yang
diketuai oleh Adnan Buyung Nasution. Anggota tim adalah: mantan anggota
Komnas HAM Koesparmono Irsan, staf khusus Presiden bidang hukum Denny
Indrayana, mantan Dekan FHUI Hikmahanto Juwana, Rektor Universitas
Paramadina Anies Baswedan, Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta
Komaruddin Hidayat dan Ketua Departemen Hukum Partai Demokrat Amir
Syamsudin.
2 November 2009: Kapolri meminta maaf atas munculnya istilah Cicak dan
Buaya yang menurutnya dilontarkan oleh oknum polisi. Kapolri akan
mengambil tindakan tegas atas munculnya istilah yang telah menyudutkan
institusi kepolisian tersebut. Masyarakat diminta tidak lagi menggunakan
istilah Cicak dan Buaya.
3 November 2009: Mahkamah Konstitusi memperdengarkan rekaman sepanjang
4,5 jam dalam persidangan uji yang berisi percakapan antara Anggodo
dengan sejumlah petinggi di Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.
3 November 2009: Usai gelar rekaman, sejumlah pihak meminta Kapolri dan
Jaksa Agung mengundurkan diri, dan menuntut agar Susno segera dicopot
dari jabatan.
3 November 2009: Presiden merasa terganggu dengan maraknya penggunaan
istilah cicak versus buaya.
3 November 2009: Penahanan Bibit-Chandra ditangguhkan. Keduanya keluar
dari penjara pada dini hari.
3 November 2009: Polri periksa Anggodo Widjojo terkait rekaman
pembicaraannya dengan sejumlah petinggi Polri dan Kejagung.
4 November 2009: Tim Delapan bertemu dengan Kapolri di kantor Wantimpres
dan merekomendasikan tiga hal, yaitu penangguhan penahanan Bibit dan
Chandra, pembebastugasan Susno, dan penahanan Anggodo Widjojo.
4 November 2009: Ary Muladi mendatangi kantor Lembaga Perlindungan Saksi
dan Korban (LPSK).
4 November 2009: Anggodo Widjojo tidak ditahan dan diam-diam
meninggalkan Bareskrim Polri pukul 21.25.
5 November 2009: Kabareskrim Polri Susno Duadji dan Wakil Jaksa Agung
Abdul Hakim Ritonga mengundurkan diri dari jabatan.
5 November 2009: Anggodo Widjojo, didampingi 12 orang pengacara,
memenuhi undangan klarifikasi Tim Delapan di kantor Dewan Pertimbangan
Presiden.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/iskandarjet/kronologi-cicak-vs-buaya-dari-anggoro-bibit-chandra-lalu-ke-susno_54fd6183a33311751f50fccf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar